Pendaftaran tanah pada hakikatnya bertujuan untuk memberikan kepastian hak kepada pemilik tanah. Terbitnya sertifikat merupakan pemberi rasa aman kepada pemilik tanah akan haknya pada tanah tersebut. Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah maka sertifikat tanah berfungsi sebagai pembuktian yang kuat. Sertifikat tanah merupakan tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya sepanjang data tersebut sesuai dengan data yang terdapat di dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenangmemberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak berasal dari tanah negara atau tanah hak pengelolaan
Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan untuk hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik
Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak oleh pejabat yang berwenang;
Tanah wakaf yang dibuktikan dengan akta ikrar wakaf;
Hak milik atas satuan rumah susun yang dibuktikan dengan akta pemisahan;
Pemberian Hak Tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian Hak Tanggungan.
Pembuktian hak lama berdasarkan Pasal 24 PP No. 24 Tahun 1997 yaitu ;
Untuk keperluan pendaftaran tanah, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat bukti menganai adanya hak tersebut berupa alat bukti tertulis, keterangan sanksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan pihak lain yang membebaninya.
Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat pembuktian maka pembuktian dapat dilakukan berdasarkan pentaanya penguasaan fisik tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya.
B. Hak Lama
Dalam Pasal 60 PP No. 24 Tahun 1997 terdapat beberapa alat bukti tertulis yang dapat digunakan bagi pendaftaran hak-hak lama dan merupakan dokumen yang lengkap untuk kepentingan pendaftaran tanah adalah grosse akta hak eigendom, surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swapraja yang bersangkutan, sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri No. 9 Tahun 1959, surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang baik sebelum atau sejak berlakunya UUPA, petuk Pajak Bumi sebelum berlakunya PP No, 10 Tahun 1961, akta pemindahan hak yang dibuat dibawa tangan yang dibubuhi kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 dengan disertai alas hak yang dialihkan, akta pemindahan hak yang dibuat oleh PPAT, akta ikrar wakaf, risalah lelah yang dibuat oleh Pejabat Lelang, surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah yang diambil pemerintah, surat keterangan riwayat tanah yang dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan.
besarnya jumlah pendaftar dalam pendaftaran tanah yang menggunakan alas hak berupa akta dibawa tangan sangat dipengaruhi oleh keadaan masyarakat mana masih banyak tanah yang belum bersertifikat. Hal ini tentu saja disebabkan oleh mekanisme pendaftaran tanah terlalu berat bagi masyarakat baik prosedur maupun biaya pendaftarannya.
Dari beberapa alat bukti lama yang dapat digunakan untuk melakukan pendaftaran tanah untuk pertama kali berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 penulis melihat ada 2 alat bukti yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu :
1. Alat bukti Kesaksian
Pembuktian dengan saksi dalam hukum pertanahan dipergunakan sebagai bukti kepemilikan sebidang tanah berupa bukti tertulis yang dimaksud di atas tidak lengkap atau tidak ada, maka pembuktian hak dapat dilakukan dengan pernyataan yang bersangkutan dan keterangan yang dipercaya dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dari lingkungan msyarakat setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan ke atas maupun ke samping.
Tujuan pendaftaran tanah pada hakikatnya adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum yang bermuara pada perlindungan hukum pemegang hak atas tanah. Dengan demikian, sertifikat tanah merupakan alat bukti yang sangat penting bagi subjek hukum atas tanah sehingga sangat naif sekali jika PP No. 24 Tahun 1997 mensyaratkan alat bukti saksi dalam melakukan proses penerbitan tanah karena menurut penulis alat bukti saksi memiliki bobot yang sangat ringan dan rentan terhadap risiko kekeliruan. Jika sebuah peristiwa telah terjadi dalam waktu yang lama maka tidak jarang terjadi bahwa apa yang terjadi tidak dapat diingat secara keseluruhan.
Untuk memberi kesaksian terhadap peristiwa yang telah lama bukanlah hal yang mudah. Pada umumnya pada waktu penangkapan kejadian, pihak saksi tidak mengarahkan tindakannya untuk menjadi saksi di kemudian hari sehingga pengamatannya pada saat kejadian dapat saja tidak teliti. Penangkapan sebuah peristiwa dan kemudian mengolahnya serta aklhirnya menuturkannya sebagai kesaksian merupakan proses yang dapat mengaburkan kebenaran di kemudian hari.
2. Alat bukti dibawa tangan
Dalam teori hukum dikenal 2 (dua) jenis akta yaitu akta otentik dan akta dibawa tangan. Akta otentik diatur dalam Pasal 165 HIR, Pasal 1868 BW dan Pasal 285 Rbg. Akta otentik berdasarkan pasal-pasal dalam bebrapa peraturan ini memiliki kekuatan bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak, ahli warisnya dan orang-orangyang mendapat hak darinya.
Alat bukti dibawa tangan tidak diatur dalam HIR namun diatur dalam S 1867 No. 29 untuk Jawa dan Madura dan Pasal 286 sampai Pasal 305 Rbg. Akta dibawa tangan diakui dalam KUHPerdata. Dalam Pasal 1320 telah ditentukan syarat sahnya perjanjian. Dilihat dari 4 syarat sah yang dimaksud maka dapat ditafsirkan bahwa suatu akta yang tidak dibuat oleh dan dihadapan PPAT adalah tetap sah sepanjang para pihak telah sepakat dan memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Fungsi akta ada 2 yaitu fungsi formal yang menentukan lengkapnya (bukan untuk sahnya) dan fungsi akta sebagai alat bukti di kemudian hari.
Kekuatan pembuktian antara akta otentik dengan akta dibawa tangan memiliki perbedaan. Dilihat dari kekuatan pembuktian lahir di mana sebuah akta autentik ditandatangani oleh pejabat yang berwenang maka beban pembuktian diserahkan kepada yang mempersoalkan keuatentikannya. Sedangkan untuk akta dibawa tangan maka secara lahir akta tersebut sangat berkait dengan tanda tangan. Jika tanda tangan diakui maka akta dibawa tangan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Kekuatan yang dimiliki oleh tanda tangan bukan kekuatan pembuktian lahir yang kuat karena terdapat kemungkinan untuk disangkal.
Kekuatan pembuktian formal pada akta otentik memiliki kepastian hukum karena pejabatlah yang menerangkan kebenaran dari apa yang dilihat, didengar dan dilakukan pejabat, sedangkan untuk akta dibawa tangan maka pengakuan dari pihak yang bertanda tangan menjadi kekuatan pembuktian secara formal.
Sehubungan dengan keabsahan surat dibawa tangan maka penulis meninjau dari dua hal :
Secara umum, di Indonesia terdapat beberapa yurisprudensi yang menegaskan bahwa transaksi yang tidak dilakukan di depan pejabat yang berwenang merupakan transaksi yang tidak sah menurut hukum sehingga para pihak tidak perlu mendapat perlindungan hukum. Yurisprudensi yang dimaksud antara lain Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 598 K/Sip/1971 tertanggal 18 Desember 1971, Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 601.K/Sip/1972 tertanggal 14 Maret 1973, Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 393 K/Sip/1973 tertanggal 11 Juli 1973.
Secara khusus dalam aturan-aturn tentang pendaftaran tanah. Dalam Pasal 95 Peraturan Menteri Negara Agraria No. 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah :
Akta tanah yang dibuat oleh PPAT untuk dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah adalah :
Akta Jual Beli
Akta Tukar Menukar
Akta Hibah
Akta Pemasukan ke Dalam Perusahaan
Akta Pembagian Hak Bersama
Akta Pemberian Hak Tanggungan
Akta Pemberian Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Milik
Akta Pemberian Hak Pakai atas Tanah Hak Milik
Selain itu, akta-akta sebagaimana dimaksud pada ayat 1 PPAT juga membuat surat kuasa membebankan hak tanggungan yang merupakan akta pemberian kuasa yang dipergunakan dalam pembuatan akta pemberian hak tanggungan.
Ketentuan di atas berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Dari aturan dalam Peraturan Menteri Negara tersebut dapat dilihat adanya keharusan untuk melakukan segala perbuatan hukum yang berkenaan dengan tanmah harus dibuat oleh dan di hadapan pejabat pembuat akta tanah. Ketentuan ini bersifat mengikat dan mengandung konsekuensi hukum bahwa suatu transaksi dengan objek berupa tanah apabila dilaksanakan dibawa tangan, terancam batal, sebab bertentangan dengan peraturan yang mengharuskan setiap transaksi dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Dalam hukum, berlaku asas aturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang lebih rendah. Jika berdasarkan asas ini maka izin untuk menggunakan akta dibawa tangan untuk digunakan sebagai alas hak dalam penerbitan sertifikat dapat dibenarkan. Namun, dissinkronisasi antara PP No. 24 Tahun 1997 dengan Keputusan Menteri Negara Agraria berimplikasi pada ketidakpastian bagi masyarakat. Multiinterpretasi dapat terjadi dengan adanya perbedaan antara keduanya.
Dis-sinkronisasi antara kedua peraturan tersebut berimplikasi pula pada kinerja Badan Pertanahan dalam upaya mewujudkan tertib pertanahan di Indonesia. Kesimpangsiuran dalam melakukan interpretasi dapat menimbulkan keraguan pada kewibawaan Badan Pertanahan sebagai instansi yang berwenang untuk melakukan pengaturan atas tanah yang ada. Hal ini merupakan satu penyimpangan terhadap upaya mewujudkan tujuan hukum sekaligus merupakan pemicu kerusakan sistem hukum yang ada
Terwujudnya kepatian hukum dalam pendaftaran tanah tidak lepas dari faktor kekurangan dalam substansi aturan pertanahan, dissinkonisasi peraturan yang ada. Secara normatif, kepastian hukum memerlukan tersedianya perangkat aturan perundang-undangan yang secara operasional mampu mendukung pelaksanaannya. Secara empiris, keberadan peraturan-peraturan itu dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen oleh sumber daya manusia pendukungnya.
Tujuan hukum bukan hanya keadilan tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan. Pemenuhan keadilan dalam suatu peraturan perundang-undangan belum cukup karena masih memerlukan syarat kepastian hukum. Kepastian hukum akan tercapai bila suatu peraturan dirumuskan secara jelas sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda serta tidak terjadi tumpang tindih antara peraturan yang ada, baik secara vertikal maupun horizontal. Mewujudkan sistem hukum yang baik akan mejadi sebuah hal yang sulit jika substansi aturan yang mendasarinya pun terdapat kesimpangsiuran akibat ketidaksinkronan aturan yang ada.
Menurut pendapat penulis, berbicara tentang keabsahan surat dibawa tangan sangat berkaitan dengan masalah kekuatan hukum dari surat di bawa tangan. Berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang ada, surat dibawa tangan tidak memiliki kekuatan hukum. Namun demikian, surat di bawa tangan tetap dapat dijadikan sebagai alat bukti, dan hal ini tentu saja terkait dengan masalah tanda tangan dan kesaksian dalam surat tersebut.
Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan atau pihak lainnya.
Keterangan dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya, karena fungsinya sebagai orang tertua adat setempat dan atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di desa/kelurahan letak tanah yang bersangkutan dan tidak mempunyau hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal.
Bahwa fisik tanahnya secara nyata dikuasai dan digunakan sendir oleh pihak yang mengaku atau secara nyata tidak dikuasai tetapi digunakan pihak lain secara sewa atau bagi hasil atau dengan bentuk hubungan perdata lainnya.
Bahwa tanahnya sedang/tidak dalam keadaan sengketa.
Bahwa apabila penandatanganan memalsukan isi surat pernyataan, bersedia dituntut di muka hakim secara pidana maupun perdata karena memberikan keterangan palsu.
Kondisi-kondisi di atas tentu saja akan sangat menyulitkan masyarakat ketika suatu saat ada pihak lain yang mengklaim tanah yang mereka miliki. Keadaan lain yang terjadi adalah beberapa anggota masyarakat ternyata telah kehilangan tanah mereka tanpa mereka ketahui dan pada saat mereka mengajukan upaya penyelesaian, ternyata mereka tidak memiliki daya apa-apa karena surat tanah yang mereka miliki harus gugur karena pihak lain memiliki bukti berupa akta autentik.
Kondisi lain yang menyebabkan ketidakpastian bagi pemilik sertifikat yang penerbitannya didasarkan pada surat dibawa tangan adalah kondisi administrasi kelurahan atau desa yang belum tertib. Banyaknya Kelurahan atau Desa yang tidak memiliki buku tanah desa menyebabkan munculnya surat-surat tanah yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Akibatnya, meskipun sertifikat merupakan alat bukti yang kuat bagi pemegangnya namun belum bisa memberikan jaminan adanya kepastian hukum bagi mereka mengingat bahwa asas yang dianut oleh sistem pendaftaran tanah di Indonesia adalah asas negatif (bertendensi positif) yaitu sebuah sertifikat dapat dibatalkan jika ada pihak lain yang dapat membuktikan kepemilikannya atas tanah tersebut.
Untuk mengantisipasi munculnya masalah dalam penggunaan surat di bawa tangan sebagai dasar penerbitan sertifikat, maka dalam proses pembuatan surat tanah dibawa tangan, seluruh pihak yang terkait seharusnya mengutamakan ketelitian dan kecermatan serta kehati-hatian agar tidak menyebabkan ketidakpastian bagi para pemilik sertifikat ataupun pemilik tanah yang sebenarnya (jika ternyata sertifikat diterbitkan kepada pihak yang tidak berhak).
Note
dibawa tangan=di bawah tangan. Pada awalnya penulis menganggap bahwa penulisan adalah dibawa tangan akan tetapi berdasarkan pemberitahuan seorang dosen saya mengatakan bahwa yang benar adalah dibawa tangan bukan di bawah tangan, saat ini penulis sedang mencari dasar untuk mengetahui mana yang benar, dibawa tangan atau di bawah tangan.
sumber : www.fiaji.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Fia S. Aji (Kantor Pertanahan Kota Gorontalo)
Pendaftaran tanah pada hakikatnya bertujuan untuk memberikan kepastian hak kepada pemilik tanah. Terbitnya sertifikat merupakan pemberi rasa aman kepada pemilik tanah akan haknya pada tanah tersebut. Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah maka sertifikat tanah berfungsi sebagai pembuktian yang kuat. Sertifikat tanah merupakan tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya sepanjang data tersebut sesuai dengan data yang terdapat di dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenangmemberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak berasal dari tanah negara atau tanah hak pengelolaan
Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan untuk hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik
Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak oleh pejabat yang berwenang;
Tanah wakaf yang dibuktikan dengan akta ikrar wakaf;
Hak milik atas satuan rumah susun yang dibuktikan dengan akta pemisahan;
Pemberian Hak Tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian Hak Tanggungan.
Pembuktian hak lama berdasarkan Pasal 24 PP No. 24 Tahun 1997 yaitu ;
Untuk keperluan pendaftaran tanah, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat bukti menganai adanya hak tersebut berupa alat bukti tertulis, keterangan sanksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan pihak lain yang membebaninya.
Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat pembuktian maka pembuktian dapat dilakukan berdasarkan pentaanya penguasaan fisik tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya.
B. Hak Lama
Dalam Pasal 60 PP No. 24 Tahun 1997 terdapat beberapa alat bukti tertulis yang dapat digunakan bagi pendaftaran hak-hak lama dan merupakan dokumen yang lengkap untuk kepentingan pendaftaran tanah adalah grosse akta hak eigendom, surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swapraja yang bersangkutan, sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri No. 9 Tahun 1959, surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang baik sebelum atau sejak berlakunya UUPA, petuk Pajak Bumi sebelum berlakunya PP No, 10 Tahun 1961, akta pemindahan hak yang dibuat dibawa tangan yang dibubuhi kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 dengan disertai alas hak yang dialihkan, akta pemindahan hak yang dibuat oleh PPAT, akta ikrar wakaf, risalah lelah yang dibuat oleh Pejabat Lelang, surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah yang diambil pemerintah, surat keterangan riwayat tanah yang dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan.
besarnya jumlah pendaftar dalam pendaftaran tanah yang menggunakan alas hak berupa akta dibawa tangan sangat dipengaruhi oleh keadaan masyarakat mana masih banyak tanah yang belum bersertifikat. Hal ini tentu saja disebabkan oleh mekanisme pendaftaran tanah terlalu berat bagi masyarakat baik prosedur maupun biaya pendaftarannya.
Dari beberapa alat bukti lama yang dapat digunakan untuk melakukan pendaftaran tanah untuk pertama kali berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 penulis melihat ada 2 alat bukti yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu :
1. Alat bukti Kesaksian
Pembuktian dengan saksi dalam hukum pertanahan dipergunakan sebagai bukti kepemilikan sebidang tanah berupa bukti tertulis yang dimaksud di atas tidak lengkap atau tidak ada, maka pembuktian hak dapat dilakukan dengan pernyataan yang bersangkutan dan keterangan yang dipercaya dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dari lingkungan msyarakat setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan ke atas maupun ke samping.
Tujuan pendaftaran tanah pada hakikatnya adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum yang bermuara pada perlindungan hukum pemegang hak atas tanah. Dengan demikian, sertifikat tanah merupakan alat bukti yang sangat penting bagi subjek hukum atas tanah sehingga sangat naif sekali jika PP No. 24 Tahun 1997 mensyaratkan alat bukti saksi dalam melakukan proses penerbitan tanah karena menurut penulis alat bukti saksi memiliki bobot yang sangat ringan dan rentan terhadap risiko kekeliruan. Jika sebuah peristiwa telah terjadi dalam waktu yang lama maka tidak jarang terjadi bahwa apa yang terjadi tidak dapat diingat secara keseluruhan.
Untuk memberi kesaksian terhadap peristiwa yang telah lama bukanlah hal yang mudah. Pada umumnya pada waktu penangkapan kejadian, pihak saksi tidak mengarahkan tindakannya untuk menjadi saksi di kemudian hari sehingga pengamatannya pada saat kejadian dapat saja tidak teliti. Penangkapan sebuah peristiwa dan kemudian mengolahnya serta aklhirnya menuturkannya sebagai kesaksian merupakan proses yang dapat mengaburkan kebenaran di kemudian hari.
2. Alat bukti dibawa tangan
Dalam teori hukum dikenal 2 (dua) jenis akta yaitu akta otentik dan akta dibawa tangan. Akta otentik diatur dalam Pasal 165 HIR, Pasal 1868 BW dan Pasal 285 Rbg. Akta otentik berdasarkan pasal-pasal dalam bebrapa peraturan ini memiliki kekuatan bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak, ahli warisnya dan orang-orangyang mendapat hak darinya.
Alat bukti dibawa tangan tidak diatur dalam HIR namun diatur dalam S 1867 No. 29 untuk Jawa dan Madura dan Pasal 286 sampai Pasal 305 Rbg. Akta dibawa tangan diakui dalam KUHPerdata. Dalam Pasal 1320 telah ditentukan syarat sahnya perjanjian. Dilihat dari 4 syarat sah yang dimaksud maka dapat ditafsirkan bahwa suatu akta yang tidak dibuat oleh dan dihadapan PPAT adalah tetap sah sepanjang para pihak telah sepakat dan memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Fungsi akta ada 2 yaitu fungsi formal yang menentukan lengkapnya (bukan untuk sahnya) dan fungsi akta sebagai alat bukti di kemudian hari.
Kekuatan pembuktian antara akta otentik dengan akta dibawa tangan memiliki perbedaan. Dilihat dari kekuatan pembuktian lahir di mana sebuah akta autentik ditandatangani oleh pejabat yang berwenang maka beban pembuktian diserahkan kepada yang mempersoalkan keuatentikannya. Sedangkan untuk akta dibawa tangan maka secara lahir akta tersebut sangat berkait dengan tanda tangan. Jika tanda tangan diakui maka akta dibawa tangan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Kekuatan yang dimiliki oleh tanda tangan bukan kekuatan pembuktian lahir yang kuat karena terdapat kemungkinan untuk disangkal.
Kekuatan pembuktian formal pada akta otentik memiliki kepastian hukum karena pejabatlah yang menerangkan kebenaran dari apa yang dilihat, didengar dan dilakukan pejabat, sedangkan untuk akta dibawa tangan maka pengakuan dari pihak yang bertanda tangan menjadi kekuatan pembuktian secara formal.
Sehubungan dengan keabsahan surat dibawa tangan maka penulis meninjau dari dua hal :
Secara umum, di Indonesia terdapat beberapa yurisprudensi yang menegaskan bahwa transaksi yang tidak dilakukan di depan pejabat yang berwenang merupakan transaksi yang tidak sah menurut hukum sehingga para pihak tidak perlu mendapat perlindungan hukum. Yurisprudensi yang dimaksud antara lain Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 598 K/Sip/1971 tertanggal 18 Desember 1971, Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 601.K/Sip/1972 tertanggal 14 Maret 1973, Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 393 K/Sip/1973 tertanggal 11 Juli 1973.
Secara khusus dalam aturan-aturn tentang pendaftaran tanah. Dalam Pasal 95 Peraturan Menteri Negara Agraria No. 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah :
Akta tanah yang dibuat oleh PPAT untuk dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah adalah :
Akta Jual Beli
Akta Tukar Menukar
Akta Hibah
Akta Pemasukan ke Dalam Perusahaan
Akta Pembagian Hak Bersama
Akta Pemberian Hak Tanggungan
Akta Pemberian Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Milik
Akta Pemberian Hak Pakai atas Tanah Hak Milik
Selain itu, akta-akta sebagaimana dimaksud pada ayat 1 PPAT juga membuat surat kuasa membebankan hak tanggungan yang merupakan akta pemberian kuasa yang dipergunakan dalam pembuatan akta pemberian hak tanggungan.
Ketentuan di atas berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Dari aturan dalam Peraturan Menteri Negara tersebut dapat dilihat adanya keharusan untuk melakukan segala perbuatan hukum yang berkenaan dengan tanmah harus dibuat oleh dan di hadapan pejabat pembuat akta tanah. Ketentuan ini bersifat mengikat dan mengandung konsekuensi hukum bahwa suatu transaksi dengan objek berupa tanah apabila dilaksanakan dibawa tangan, terancam batal, sebab bertentangan dengan peraturan yang mengharuskan setiap transaksi dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Dalam hukum, berlaku asas aturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang lebih rendah. Jika berdasarkan asas ini maka izin untuk menggunakan akta dibawa tangan untuk digunakan sebagai alas hak dalam penerbitan sertifikat dapat dibenarkan. Namun, dissinkronisasi antara PP No. 24 Tahun 1997 dengan Keputusan Menteri Negara Agraria berimplikasi pada ketidakpastian bagi masyarakat. Multiinterpretasi dapat terjadi dengan adanya perbedaan antara keduanya.
Dis-sinkronisasi antara kedua peraturan tersebut berimplikasi pula pada kinerja Badan Pertanahan dalam upaya mewujudkan tertib pertanahan di Indonesia. Kesimpangsiuran dalam melakukan interpretasi dapat menimbulkan keraguan pada kewibawaan Badan Pertanahan sebagai instansi yang berwenang untuk melakukan pengaturan atas tanah yang ada. Hal ini merupakan satu penyimpangan terhadap upaya mewujudkan tujuan hukum sekaligus merupakan pemicu kerusakan sistem hukum yang ada
Terwujudnya kepatian hukum dalam pendaftaran tanah tidak lepas dari faktor kekurangan dalam substansi aturan pertanahan, dissinkonisasi peraturan yang ada. Secara normatif, kepastian hukum memerlukan tersedianya perangkat aturan perundang-undangan yang secara operasional mampu mendukung pelaksanaannya. Secara empiris, keberadan peraturan-peraturan itu dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen oleh sumber daya manusia pendukungnya.
Tujuan hukum bukan hanya keadilan tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan. Pemenuhan keadilan dalam suatu peraturan perundang-undangan belum cukup karena masih memerlukan syarat kepastian hukum. Kepastian hukum akan tercapai bila suatu peraturan dirumuskan secara jelas sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda serta tidak terjadi tumpang tindih antara peraturan yang ada, baik secara vertikal maupun horizontal. Mewujudkan sistem hukum yang baik akan mejadi sebuah hal yang sulit jika substansi aturan yang mendasarinya pun terdapat kesimpangsiuran akibat ketidaksinkronan aturan yang ada.
Menurut pendapat penulis, berbicara tentang keabsahan surat dibawa tangan sangat berkaitan dengan masalah kekuatan hukum dari surat di bawa tangan. Berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang ada, surat dibawa tangan tidak memiliki kekuatan hukum. Namun demikian, surat di bawa tangan tetap dapat dijadikan sebagai alat bukti, dan hal ini tentu saja terkait dengan masalah tanda tangan dan kesaksian dalam surat tersebut.
Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan atau pihak lainnya.
Keterangan dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya, karena fungsinya sebagai orang tertua adat setempat dan atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di desa/kelurahan letak tanah yang bersangkutan dan tidak mempunyau hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal.
Bahwa fisik tanahnya secara nyata dikuasai dan digunakan sendir oleh pihak yang mengaku atau secara nyata tidak dikuasai tetapi digunakan pihak lain secara sewa atau bagi hasil atau dengan bentuk hubungan perdata lainnya.
Bahwa tanahnya sedang/tidak dalam keadaan sengketa.
Bahwa apabila penandatanganan memalsukan isi surat pernyataan, bersedia dituntut di muka hakim secara pidana maupun perdata karena memberikan keterangan palsu.
Kondisi-kondisi di atas tentu saja akan sangat menyulitkan masyarakat ketika suatu saat ada pihak lain yang mengklaim tanah yang mereka miliki. Keadaan lain yang terjadi adalah beberapa anggota masyarakat ternyata telah kehilangan tanah mereka tanpa mereka ketahui dan pada saat mereka mengajukan upaya penyelesaian, ternyata mereka tidak memiliki daya apa-apa karena surat tanah yang mereka miliki harus gugur karena pihak lain memiliki bukti berupa akta autentik.
Kondisi lain yang menyebabkan ketidakpastian bagi pemilik sertifikat yang penerbitannya didasarkan pada surat dibawa tangan adalah kondisi administrasi kelurahan atau desa yang belum tertib. Banyaknya Kelurahan atau Desa yang tidak memiliki buku tanah desa menyebabkan munculnya surat-surat tanah yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Akibatnya, meskipun sertifikat merupakan alat bukti yang kuat bagi pemegangnya namun belum bisa memberikan jaminan adanya kepastian hukum bagi mereka mengingat bahwa asas yang dianut oleh sistem pendaftaran tanah di Indonesia adalah asas negatif (bertendensi positif) yaitu sebuah sertifikat dapat dibatalkan jika ada pihak lain yang dapat membuktikan kepemilikannya atas tanah tersebut.
Untuk mengantisipasi munculnya masalah dalam penggunaan surat di bawa tangan sebagai dasar penerbitan sertifikat, maka dalam proses pembuatan surat tanah dibawa tangan, seluruh pihak yang terkait seharusnya mengutamakan ketelitian dan kecermatan serta kehati-hatian agar tidak menyebabkan ketidakpastian bagi para pemilik sertifikat ataupun pemilik tanah yang sebenarnya (jika ternyata sertifikat diterbitkan kepada pihak yang tidak berhak).
Note
dibawa tangan=di bawah tangan. Pada awalnya penulis menganggap bahwa penulisan adalah dibawa tangan akan tetapi berdasarkan pemberitahuan seorang dosen saya mengatakan bahwa yang benar adalah dibawa tangan bukan di bawah tangan, saat ini penulis sedang mencari dasar untuk mengetahui mana yang benar, dibawa tangan atau di bawah tangan.
sumber : www.fiaji.blogspot.com