Sabtu, 30 Januari 2010

Sejarah penegakan Amar Ma'ruf Nahi Munkar di bumi Indonesia

HABIB RIZIEQ MENJAWAB
26 Juni 2008
Fakta Sejarah Penegakan Amar Ma'ruf Nahi Munkar

.

1. Namun perlu dicatat dan diperhatikan bahwa pada periode Makkah, di sekitar kota Makkah marak berbagai kema’siatan dan kemunkaran. Selama tidak kurang dari 12 tahun Rasulullah SAW mengedepankan amar ma’ruf dari nahi munk ar untuk menguatkan aqidah, kalau pun beliau SAW menegakkan nahi munkar sebatas dengan lisan tanpa aksi fisik. Nah, jika Nabi SAW memulai gerakan nahi munkarnya dengan melakukan amar ma’ruf yang penuh dengan kelembutan dan kesantunan selama 12 tahun, maka kalau kini kita tiba-tiba langsung melakukan gerakan nahi munkar dengan tegas dan keras, apakah tidak terkesan terlalu terburu-buru ?

Rasulullah SAW adalah pribadi yang sempurna. Kepiawaian Nabi SAW dalam berda’wah telah membawa ke puncak keberhasilan secara menakjubkan.

Dalam waktu yang relatif singkat (23 tahun), dengan izin Allah SWT, beliau berhasil menyempurnakan kewajiban da’wahnya. Dan tidaklah beliau tinggalkan umat, kecuali dalam kondisi telah sempurna penyampaian aqidah, syari’at dan akhlaq Islamnya.

Pada saat Haji Wadá’, yaitu haji yang terakhir dilakukan oleh Rasulullah SAW, Allah SWT menurunkan wahyu-Nya sebagaimana tertera dalam Q.S. 5. Al – Mâ-idah ayat 3:

" الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْناً "
Artinya : ” Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Aku ridhoi Islam itu jadi agama bagimu ”.
Dua belas tahun periode Makkah, merupakan pelajaran penting tentang tahapan da’wah. Dan menjadi keharusan bagi kita untuk meneladani da’wah Rasulullah SAW.

Dan Alhamdulillah, tahapan da’wah dimaksud telah berlangsung di Indonesia sejak masuknya Islam di negeri ini, bukan lagi belasan atau puluhan tahun, bahkan ratusan tahun. Namun itulah, karena lemahnya kita, khususnya generasi yang datang belakangan saat ini, tidak mampu menyempurnakan da’wah yang sudah dimulai para pendahulu sejak ratusan tahun yang lalu.

Dalam 12 tahun Rasulullah SAW berhasil memupuk benih kekuatan aqidah umat yang menjadi fondasi pelaksanaan syari’at dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sedang kita sudah 12 abad jatuh bangun menanamkan aqidah namun belum berhasil menerapkan syari’at dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Perlu kita sadari, bahwa gerakan amar ma’ruf nahi munkar di Indonesia sudah dimulai bersamaan dengan masuknya Islam ke Nusantara pada awal abad kedua Hijriyyah / kedelapan Miladiyyah, yang kemudian melahirkan kerajaan Islam Perlak di Aceh pada tanggal I Muharram 225 H di bawah pimpinan Sultan Alâiddin Sayyid Maulana ‘Abdul ‘Azîz Syâh bin ‘Ali Al-Hâris Al-Mu’tabar bin Muhammad Ad-Dîbâj bin Al-Imâm Ja’far Ash-Shâdiq bin Al-Imâm Muhammad Al-Bâqir bin Al-Imâm ‘Ali Zainal ‘Âbidîn bin Sayyidinâ Husein cucu Rasulullah SAW. Bacalah kitab ” Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan sekitarnya ” terbitan Lentera, karya Al-Ustâdz Al-Hâjj Muhammad Syamsu As.

Kemudian dari Perlak, Islam merambah ke seluruh negeri, termasuk tanah Jawa yang diislamkan oleh para Walisongo yang mulia. Mereka tidak lain dan tidak bukan adalah keturunan dari Al-Imâm ‘Abdul Mâlik Âli ‘Azhmatul Khân ibnu Al-Imâm ‘Alwi ‘Ammil Faqîh, keturunan ke – 17 dari Rasulullah SAW melalui cucunya Sayyidunâ Al-Husein ra. Lihat kitab dan monogram Silsilah Leluhur ‘Alawiyyin keturunan Al-Imâm Al-Husein ra, karya almarhum Sayyid Muhammad Hasan ‘Aidîd, keluaran Penerbit Amal Saleh. Kitab dan monogram tersebut merupakan rangkuman sistematis dari kitab Samsyu Azh-Zhahîrah karya Al-Imâm ‘Abdurrahmân bin Muhammad Al-Masyhûr Ba ‘Alawi Al-Husaini rhm yang telah ditahqiq oleh almarhûm As-Sayyid Muhammad Dhiyâ’ Syihâb.

Menakjubkannya, saat para da’i pembawa Islam datang ke Nusantara 12 abad yang lalu, negeri ini 100 % hidup dalam alam jâhiliyyah. Kemusyrikan dan kebathilan ada di mana-mana. Tantangan yang mereka hadapi begitu dahsyat, mulai dari rakyat yang musyrik hingga para raja yang kafir. Namun, Subhánalláh wal Hamdulilláh, dengan izin Allah SWT, akhirnya mereka dan generasi berikut yang meneruskan perjuangan mereka, berhasil mengislamkan 90 % penduduk negeri ini.

Seharusnya tugas generasi yang ada saat ini hanya tinggal menyempurnakan apa yang telah dilakukan pendahulunya. Namun apa yang terjadi ? Sedikit demi sedikit, perlahan tapi terasa, umat ini sepertinya sedang digiring oleh suatu kekuatan syaithániah agar kembali ke alam jáhiliyyah. Pemurtadan terjadi di mana-mana, upaya deislamisasi begitu gencar dipropagandakan setiap saat.

Jadi berbagai usaha da’wah yang arif dan bijak telah dilakukan oleh para da’i pembawa Islam ke negeri ini sejak ratusan tahun yang lalu. Bahkan tindakan tegas dalam mencegah kemunkaran sudah sejak lama diambil oleh para pendahulu kita. Lihatlah bagaimana saat Walisongo mengambil keputusan hukuman mati kepada Syeikh Siti Jenar, karena ajaran wihdatul wujûd-nya yang dinilai telah menyimpang dari Islam.

Kisah Syeikh Siti Jenar tersebut dipaparkan dengan rinci oleh Wiji Saksono, dalam bukunya Mengislamkan Tanah Jawa, halaman 47 – 66. Dan diulas secara ringkas oleh Ust. Maftuh Ahnan dalam bukunya Wali Songo, Hidup dan Perjuangannya, halaman 65 – 68. Para Walisongo hidup sekitar akhir abad 14 M hingga awal abad 15 M. Sedang Achmad Chodjim memaparkan dengan panjang lebar tentang pemikiran dan paham Syeikh Siti Jenar yang ditentang keras para Walisongo dalam bukunya yang berjudul Syeikh Siti Jenar.

Pengambilan hukuman mati terhadap Syeikh Siti Jenar merupakan penegakan Syari’at Islam dalam bentuk pelaksanaan hukum hudûd dalam masalah Ar-Riddah ( kemurtadan ), yang artinya pelaksanaan hukum had tersebut merupakan tonggak sejarah bagi penegakan Hukum Pidana Islam di bumi Indonesia.

Tidak sampai di situ, bahkan di Indonesia jauh sebelum kedatangan para penjajah, telah berdiri berbagai Kesultanan Islam yang menjadikan Islam sebagai agama negara dan syari’atnya sebagai hukum negara. Semangat amar ma’ruf nahi munkar dalam penegakan Syari’at Islam di Indonesia telah mampu mendorong kaum muslimin Indonesia untuk mengobarkan perlawanan habis-habisan terhadap para penjajah yang menzholimi bangsa Indonesia selama tidak kurang dari tiga setengah abad.

Di hampir semua peperangan kaum muslimin melawan Belanda, Inggris dan Portugis, nyata sekali semangat Jihad menegakkan Islam. Hal ini bisa kita ketahui melalui bukti historis, seperti peninggalan sejarah, pernyataan para tokohnya, gelar perjuangannya, tata cara pergerakannya, dan lain sebagainya dari simbol Islam yang digunakannya. Ust. H. Muhammad Syamsu As dalam kitab Ulama pembawa Islam di Indonesia dan sekitarnya memaparkan sejumlah bukti historis keterkaitan perjuangan mereka dengan pergerakan Islam, antara lain :

1. Perang Palembang ( 1658 – 1851 M )

Kesultanan Palembang Darussalam sejak berdirinya pada sekitar tahun 1650 M sudah menerapkan Hukum Islam. Gelar Sultannya adalah Khalifatul Mu’minin Sayyidil Imam.

Sejak tahun 1658 M, Kesultanan melakukan perlawanan besar-besaran terhadap Belanda dan Inggris hingga tahun 1851 M, sampai akhirnya jatuh setelah banyak keluarga kesultanan dan rakyatnya yang dibuang dan dibunuh oleh musuh.

Semangat membela Islam dan umatnya telah mendorong para Sultan Palembang berada di barisan terdepan memimpin rakyatnya dalam jihad melawan Belanda selama hampir 200 tahun.

Hukum Islam yang diterapkan, sebutan Darussalam untuk Palembang dan gelar Khalifah bagi Sultannya, merupakan bukti autentik keislaman negeri Palembang dan perjuangannya.

2. Perang Bone ( 1814 – 1946 M )

Kerajaan Bone yang berdiri sejak tahun 1335 M, mulai mengenal Islam pada tahun 1611 M ketika Sultan Adam ( Raja Bone XI ) memeluk Islam.

Di tahun 1814 M, Kesultanan Bone melakukan perlawanan terhadap Inggris dan Belanda yang mencoba menjajah Bone. Bahkan hingga Sultan Bone yang terakhir ( 1931 – 1946 M ), dengan gagahnya sang Sultan memimpin rakyatnya mengobarkan perlawanan terhadap penjajah. Lebih dari 130 tahun, api Jihad berkobar di tanah Bugis tanpa henti.

Satu ungkapan terkenal dalam bahasa Bugis dari Raja Bone XXXI ketika ditangkap dan dibuang Belanda pada tahun 1905 berbunyi :

” Mauna sia labelateppa ri saliweng langi rekkua tellesang muni ada assituru kenna kitta naturungede Nabi Muhammad Nabiku, apa iya ri watakku nanggalo sia tubuhku temanggolo sia bela atikku ri Kompeni ”.

Artinya : ” Kendati saya akan terdampar di luar bumi sekali pun, asalkan tidak goyah imanku kepada kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammad Nabiku, biar tubuhku menghadap atau tertawan tetapi hatiku pantang menyerah kepada kompeni ”.

Ini salah satu bukti keteguhan Kesultanan Bone dalam membela Islam dan menegakkan ajarannya.

3. Perang Paderi ( 1821 – 1837 M )

Muhammad Shahab diberi gelar Peto Syarif oleh masyarakatnya. Arti Peto Syarif adalah Ulama yang mulia. Di awal tahun 1800-an Miladiyyah, ia membangun sebuah kampung di Bukit Gunung Jati - Padang, yang kemudian dikenal dengan nama kampung Bonjol. Selanjutnya beliau pun lebih dikenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol. Beliau berhasil menjadikan Bonjol sebagai pusat penyebaran Islam ke seluruh Minangkabau.

Dalam rangka membela diri dan menjaga keamanan da’wah Islam dari gangguan dan serangan Kaum Adat yang senang ma’siat. Imam Bonjol membentuk barisan amar ma’ruf nahi munkar yang berseragam serba putih. Barisan ini dikenal dengan sebutan Kaum Paderi.

Dalam waktu singkat Kaum Paderi berhasil mengalahkan Kaum Adat dan menguasai hampir seluruh Minangkabau. Mereka pun membuat Undang-Undang Paderi yang melarang segala bentuk ma’siat yang selama ini telah membudaya di Minang seperti menyabung ayam, minum tuak, berjudi dan menghisap madat.

Di tahun 1821 M, Belanda membantu Kaum Adat untuk memerangi Kaum Paderi yang dianggap berbahaya bagi kekuasaan Kompeni. Perang pun pecah, Kaum Paderi banyak memetik kemenangan di berbagai pertempuran.

Di tahun 1833 M, Belanda membuat selebaran dengan sebutan Pelakat Panjang yang menyerukan bahwasanya Belanda dan Islam itu satu tuhan dan tidak ada permusuhan. Selebaran itu untuk membujuk Kaum Paderi, namun gagal, perang pun tetap berlanjut.

Di tahun 1837 M, Belanda dengan licik menyerbu tempat tinggal keluarga Imam Bonjol dan melukai istri serta anak beliau. Akhirnya, Imam Bonjol terpancing kembali dari medan tempur untuk menyelamatkan keluarganya, beliau pun terkepung dan tertangkap. Kemudian beliau dibuang dari satu tempat ke tempat lainnya, terus berpindah-pindah hingga beliau wafat pada usia 92 tahun di tahun 1864 M.

Mulai dari nama, gelar, pakaian, bentuk perjuangan dan pemberantasan kema’siatan hingga Jihad melawan Belanda oleh Imam Bonjol dan pengikutnya, adalah murni merupakan perjuangan Islam sejati. Bahkan dari hasil perjuangan Kaum Paderi inilah lahir filsafat islami kehidupan masyarakat Minang yang sangat terkenal, yaitu :

”Adat bersendi Syara’, dan Syara’ bersendi Kitabullah ”.

Artinya : ” Adat harus berdasarkan Syari’at, dan Syari’at harus berdasarkan Kitab Allah ( Al-Qur’an ) ”.

4. Perang Diponegoro ( 1825 – 1830 M )

Pangeran Diponegoro dengan gagah berani memimpin kaum muslimin Jawa melawan keangkuhan Belanda di tahun 1825 M. Ikut bergabung bersama beliau sekitar 23 Pangeran dan 53 Bangsawan Jawa. Para Ulama pun tidak ketinggalan berjihad bersamanya, seperti Kyai Maja dan Ki Sentot Ali Basyah Prawiradirdja, keduanya menjadi Panglima Perang Pangeran Diponegoro.

Diponegoro dinobatkan sebagai Sultan oleh para pengikutnya dan diberi gelar Sultan Ngabduhamid Herucokro Amirul Mu’minin Panotogomo Jowo. Artinya Sultan Abdulhamid Pemimpin Kaum Mu’minin Pengatur Agama Masyarakat Jawa. Gelar ini menjelaskan bahwasanya Diponegoro adalah pejuang Islam yang menegakkan ajaran Islam bagi rakyat Jawa.

Sebutan Amirul Mu’minin ditambah dengan corak pakaian Diponegoro dan para panglima perangnya yang lekat dengan budaya Islam, semakin memperkuat bukti keislaman perjuangan dan perlawanannya terhadap Belanda.

Selama 5 tahun, Diponegoro mengobarkan perlawanan terhadap Belanda. Sekali pun banyak anggota keluarga Keraton dan pengikut setianya yang mati atau ditangkap oleh Belanda, Diponegopro tetap meneruskan perjuangannya tanpa mengenal lelah.

Akhirnya di tahun 1830 M, Belanda menggunakan cara licik untuk menangkap Diponegoro. Lewat jebakan perundingan, Diponegoro pun ditangkap dan dibuang ke Menado, kemudian Ujung Pandang. Selama 25 tahun Diponegoro dikurung, hingga beliau wafat dalam pengasingan di tahun 1855 M.

5. Perang Aceh ( 1873 – 1942 )

Undang-Undang Dasar Kerajaan Aceh Darussalam yang disebut dalam ”Kanun Maukuta Alam” adalah berdasarkan Hukum Islam yang bersumber pada Al-Qur’an, Al-Hadits, Al-Ijma’ dan Al-Qiyas.

Filsafat kehidupan rakyat Aceh yang amat terkenal di antaranya adalah salah satu ungkapan dalam Hadih Maja yang berbunyi :

” Hukoom ngon adat, lague zat ngon sifeut ”

Artinya : ” Hukum agama dengan hukum adat, laksana zat dengan sifat ”.

Ungkapan lainnya :

” Al-Jihadu wajibun ‘alaikum, that muphon wehe syedara : Phon cahdat, ngon seumayang, teulhee tamuprang ngon Holanda ”.

Artinya : ” Jihad itu wajib atas kamu sekalian, pahamilah baik-baik wahai sahabat. Yang pertama Syahadat, dan ( yang kedua ) Shalat, yang ketiga perang dengan (melawan ) Belanda ”.

Semangat Jihad menegakkan Islam telah membuat kaum muslimin Aceh begitu gigih melakukan perlawanan terhadap Belanda, sehingga tiada hari tanpa jihad di Aceh sejak upaya Belanda menguasai Aceh pada tahun 1873 hingga kekalahan Belanda dari Jepang di tahun 1942. Selama 70 tahun, kaum muslimin Aceh mengobarkan api Jihad melawan kaum kafirin Belanda.

Islam sebagai dasar hukum Kerajaan Aceh, sebutan Darussalam baginya, filsafat Islami kehidupan rakyatnya, semua itu menjadi bukti tak terpungkiri bagi keislaman Aceh yang begitu mendasar dalam tiap langkah perjuangannya.

6. Perang Riau ( 1782 – 1784 M )

Dalam buku Salasilah Indra Sakti yang ditulis oleh Luqmanul Hakim Putra, saya mendapatkan keterangan bahwa Kesultanan Riau berdiri pada tahun 1722 M di bawah kepemimpinan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah, cucu dari Raja Abdul Jalil Riayatsyah yang menjadi Raja Johor ( 1699 – 1719 M ). Sebelumnya adalah bagian dari Kerajaan Johor.

Semula pusat pemerintahan Kesultanan Riau ada di Daik, pulau Lingga, yang dikenal dengan sebutan Tanah Bunda Melayu. Baru pada tahun 1900 M dipindah ke pulau Penyengat yang letaknya berhadapan dengan Tanjung Pinang di pulau Bintan.

Selama puluhan tahun Belanda berusaha menguasai Riau, namun benteng pertahanan laut di Kepulauan Riau sangat kokoh dan tangguh hingga sulit ditembus oleh musuh. Akhirnya meletus perang besar selama dua tahun antara Kesultanan Riau dan Belanda pada tahun 1782 hingga 1784 M. Namun demikian semangat jihad masyarakat Riau bersama para Sultannya membuat Belanda tetap belum mampu menguasai Riau. Baru pada tahun 1911 M, setelah perang habis-habisan, Belanda menguasai Kesultanan Riau secara mutlak.

Kesultanan Riau sejak berdiri sudah menjadikan Islam sebagai identitasnya. Bahkan tercatat dalam sejarah bahwa Kesultanan Riau pernah memiliki seorang Ulama besar yang menjadi Yang Dipertuan Muda dari tahun 1844 hingga 1857 M, yaitu Raja Ali Haji.

Raja Ali adalah seorang Ulama, Pujangga, Budayawan, Ahli Siasat dan Pemerintahan. Dari tangannya dihasilkan karya-karya besar, antara lain :

1. Ats-Tsamarat Al-Muhimmah, yaitu kitab pegangan para pejabat pemerintahan.
2. Muqaddimah fil Intizham, yaitu kitab undang-undang kesultanan. 3. Bustanul Katibin, yaitu kitab Kamus Bahasa Melayu.
4. Tuhfatun Nafis, yaitu kitab sastra sejarah.
5. Gurindam Dua Belas, yaitu kitab syair melayu tentang nasihat agama.

Semua ini menjadi bukti tak terpungkiri tentang kelekatan Kesultanan Riau dengan ajaran dan perjuangan Islam. Bahkan jika kita perhatikan isi kandungan Gurindam Dua Belas yang kini menjadi filsafat kehidupan bangsa Melayu, tidak lain dan tidak bukan adalah intisari ajaran Islam. Di sini kita kutip beberapa diantaranya :

a. Pada pasal pertama bait pertama :

Barang siapa tiada memegang agama
Segala-gala tiada boleh dibilangkan nama
b. Pada pasal keempat bait pertama :
Hati itu kerajaan di dalam tubuh
Jika zalim segala anggota pun rubuh
c. Pada pasal kelima bait pertama :
Jika hendak mengenal orang berbangsa
Lihatlah kepada budi dan bahasa

d. Pasal kedua belas bait ketiga :
Hukum ‘adil atas rakyat
Tanda Raja beroleh ‘inayat

Dengan demikian, tidak benar kalau dikatakan kita tergesa-gesa dalam perjuangan, karena gerakan amar ma’ruf nahi munkar yang ada saat ini hanya merupakan tindak lanjut dari perjuangan sebelumnya yang jauh sejak lama telah dilakukan oleh para ulama pembawa Islam di Indonesia.

Jadi kita bukan perintis mau pun pelopor, kita hanya penerus perjuangan para pendahulu.

Gerakan amar ma’ruf nahi munkar yang mulia ini dimaksudkan untuk membendung sekaligus melawan gelombang

sumber : www.fpi.or.id

Napak tilas Antasari Azhar

Lahir di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, pada 18 Maret 1953. Mengenyam pendidikan dasar di SD Negeri I Belitung sebelum menyelesaikan pendidikan SMP dan SMA-nya di Jakarta. Enam tahun di Jakarta, Antasari kembali ke Palembang ketika mengikuti jenjang perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.
Selama masa kuliah itu, Antasari tergolong mahasiswa yang gemar berorganisasi. Beliau pernah menjabat sebagai Ketua Senat Fakultas Hukum dan Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa Universitas Sriwijaya.

Seusai menamatkan bangku kuliah, Antasari memilih untuk langsung mengabdi kepada negara. Dia bergabung dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional pada Departemen Kehakiman (kini Departemen Hukum dan HAM). Empat tahun di sana, Antasari bergabung dengan kejaksaan. Di korps Adhyaksa ini, beliau mengabdi selama lebih dari dua puluh tahun dengan jabatan terakhir sebagai Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung.

Selama di kejaksaan, Antasari mengikuti berbagai pelatihan dan pendidikan, mulai dari pendidikan kedinasan seperti SPAMA, SPAMEN, dan SPATI, hingga pelatihan spesialisasi seperti spesialis subversi, korupsi, dan lingkungan hidup. Bapak dua orang anak ini juga sempat mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diadakan di luar negeri, di antaranya Commercial Law di New South Wales University Sidney pada 1996 dan Investigation For Environment Law, EPA, Melbourne pada 2000. Di tahun yang sama pula, beliau meraih gelar magister hukumnya di STIH “IBLAM”.

Pada 5 Desember 2007, Komisi III DPR melalui voting, memutuskan Antasari untuk memegang tampuk Pimpinan KPK periode 2007-2011 bersama empat orang lainnya. Pengucapan sumpahnya sebagai Pimpinan KPK periode 2007- 2011 dilakukan di hadapan Presiden Republik Indonesia di Istana Negara pada Selasa, 18 Desember 2007. Pada 11 Oktober 2009, sesuai dengan Keputusan Presiden No. 78/P Tahun 2009, Antasari diberhentikan dari posisinya sebagai ketua merangkap anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2011. (kpk.go.id)

sumber : http://scriptintermedia.com/view.php?id=4557

Antasari Azhar terpilih menjadi Ketua KPK pada 5 Desember 2007 dengan masa jabatan 2007-2011. Di bawah kepemimpinan beliaulah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin menunjukkan kemampuan dan keteguhan independensinya memberantas korupsi. Sebagai Ketua KPK, Antasari Azhar, kelahiran Pangkal Pinang, Bangka 18 Maret 1953, menunjukkan kepemimpinan yang menempatkan KPK pada sebagai lembaga yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan lembaga lainnya.

KPK di bawah kepemimpin mantan Kepala bidang hubungan media massa Kejaksaan Agung (2000) dan Kepala kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, ini memperlihatkan keberanian, profesionalitas, integritas dan eksistensinya yang tidak berada di bawah kendali pemerintah (eksekutif). Ia tidak gemar menghadap dan melapor kepada Presiden seperti pendahulunya Taufiequrachman Ruki.

Pada awal kepemimpinnya, beberapa saat setelah ia dilantik bersama empat anggota KPK lainnya di Istana Negara, Jakarta (Desember 2008 ), KPK membongkar kasus suap dalam tubuh Kejaksaan Agung [Mungkinkah Kejagung menggunakan kesempatan ini untuk "revenge"] , juga menuntaskan kasus penyimpangan aliran dana Bank Indonesia yang melibatkan antara lain Aulia Pohan, besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Selama sekitar 2 tahun kepemimpinan, telah banyak pejabat tinggi baik di legislatif maupun petinggi-petinggi daerah seperti Gubernur dan Bupati. Masih segar dalam ingatan kita bahwa keberanian KPK dapat membawa Sarjan Taher, Hamka Yandhu, Al Amin Nasution, Saleh Djasit, Jaksa Urip, Artalyta yang melambungkan nama Antasari Azhar. Karena prestasi Antasari Azhar ini pula dengan cekatan partai Demokrat mengambil kesempatan untuk membawa nama baik SBY dan menjadi salah satu pendongkrak. Bahkan prestasi KPK pun dibawa-bawa Demokrat untuk mendongkrak suara pemilu 9 April 2009 silam.

sumber : blogranijuliani.blogspot.com

Antasari Azhar, terdakwa otak pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen dituntut hukuman mati oleh Jaksa penuntut umum (JPU). Kenapa? Apa saja yang memberatkannya? Ada 10 hal yang menurut jaksa memberatkan Antasari dalam kasus ini. 10 Hal itu dibacakan Ketua JPU Cirus Sinaga dalam sidang penuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jl Ampera Raya, Jakarta, Selasa (19/1/2010).

10 Hal yang memberatkan itu adalah:

1. Terdakwa sangat mempersulit persidangan.
2. Terdakwa membuat gaduh.
3. Terdakwa melakukan perbuatan secara bersama-sama, terorganisir untuk membunuh korban Nasrudin Zulkarnaen.
4. Terdakwa telah berusaha menggiring bahwa perbuatannya adalah rekayasa
untuk mempengaruhi publik supaya citra penegak hukum rusak.
5. Terdakwa telah bersama-sama oknum menengah Polri dan pengusaha pers melakukan perbuatan pidana.
6. Perbuatan terdakwa telah merusak citra dan mempermalukan penegak hukum.
7. Terdakwa tidak memberikan contoh yang baik.
8. Korban adalah pejabat BUMN.
9. Terdakwa telah menghilangkan kebahagiaan keluarga istri dan anak-anak korban.
10. Terdakwa telah mengakibatkan penderitaan lahir batin keluarga, istri dan anak-anak korban.

“Hal-hal yang meringankan, selama persidangan tidak ditemukan hal-hal yang meringankan,” tegas Cirus.

sumber; detik.com

Pada hari Selasa, 19 Januari 2010, Jaksa Penuntut Umum menuntut Antasari Azhar, terdakwa dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnaen dengan pidana mati. Saya menilai bahwa tuntutan JPU tidak professional, tidak proporsional, dan tidak melihat terkesan dipaksakan.

Hal ini dinilai karena selama ini JPU tidak bisa menunjukkan bukti yang kuat bahwa Antasari adalah otak dari pembunuhan Nasruddin. Bahkan belakangan ini, saksi-saksi yang diperiksa justru meringankan Antasari. Dari saksi ahli, saksi Wiliardi, saksi Susno, dan alat bukti yang lain mendukung bahwa Antasari bukanlah otak dari pembunuhan Nasruddin.

Semua tuduhan-tuduhan beserta bukti yang didakwakan kepada Antasari malah dipatahkan oleh saksi-saksi. Tuduhan JPU bahwa Antasari meneror Nasruddin dipatahkan oleh kesaksian Saksi Ahli (Ahli IT). Saksi Ahli itu bersaksi bahwa setelah ia periksa dan analisis, ternyata tidak ditemukan sms teror Antasari kepada Nasruddin sebagaimana yang dituduhkan JPU.

Bukti rekaman yang jadi pegangan JPU pun hanya berisi suara Wiliardi, tanpa ada suara Antasari. Bagaimana mungkin seseorang dituduh merencanakan pembunuhan dengan orang lain, sedangkan suaranya dia saja tidak ada dalam rekaman itu. Ada apa sebenarnya? Selain itu, berdasarkan Pasal 184 KUHAP, rekaman bukanlah alat bukti yang sah.

Dalam tuntutannya, JPU menyatakan Antasari telah melanggar Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 340 KUHP. Hal yang lucu bagi saya adalah mengenai hal-hal yang memberatkan Antasari. Salah satu hal yang memberatkan Antasari menurut JPU adalah bahwa terdakwa Antasari sering membuat kegaduhan dalam persidangan.

Hal ini membuat saya tertawa. Masyarakat menyaksikan persidangan Antasari. Dan tidak pernah saya menemukan bahwa Antasari membuat kegaduhan dalam sidang. Yang namanya membuat kegaduhan itu adalah membuat keributan, tidak menghormati sidang, dll. Tetapi yang saya dan masyarakat dapati adalah Antasari tidak pernah sekalipun berbuat gaduh di persidangan dan justru bersikap kooperatif. Kuasa hukum Antasari, M. Assegaff, menyatakan tuntutan jaksa yang tidak mencantumkan hal-hal yang meringankan, membuktikan bahwa jaksa berambisi menghukum.

Melihat hal-hal tersebut membuat kesan bahwa semua itu sengaja dipaksakan. Dan tuntutan mati oleh JPU itu membuat tekanan bagi hakim untuk memutus tidak jauh berbeda dari tuntutan jaksa. Karena itu, kita tinggal menunggu pleidoi dari pengacara Antasari serta penilaian hakim atas semuanya melalui putusan. Kita harapkan bahwa hakim dapat memutus berdasarkan fakta yang ada dan berdasarkan keyakinan hakim serta dengan hati nurani agar tercipta keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat Indonesia, khususnya Antasari Azhar.

sumber : tampubolon.wordpress.com

Rabu, 27 Januari 2010

Kasih ibu tak terhingga sepanjang masa

Suatu sore, seorang anak menghampiri ibunya di dapur. Ia menyerahkan selembar kertas yang telah ditulisinya. Setelah sang ibu mengeringkan tangannya dengan celemek, ia pun membaca tulisan itu dan inilah isinya :
Untuk memotong rumput Rp 2000
Untuk membersihkan kamar tidur minggu ini Rp 1000
Untuk pergi ke toko disuruh ibu Rp 500
Untuk membuang sampah Rp 1000
Untuk nilai yang bagus Rp 3000
Untuk membersihkan dan menyapu halaman Rp 1000
Jadi jumlah seluruh utang ibu Rp 8500
Sang ibu memandangi anaknya dengan penuh haru. Berbagai kenangan terlintas di benak sang ibu. Lalu ia mengambil pulpen, membalikkan kertasnya, dan inilah yang ia tuliskan :
Untuk sembilan bulan ibu mengandung kamu, gratis
Untuk semua malam ibu menemani kamu, gratis
Mengobati kau dan mendoakan kamu, gratis
Untuk semua saat susah dan air mata saat mengurus kamu, gratis
Kalau dijumlahkan semua, harga cinta ibu adalah gratis
Untuk semua mainan, makanan, dan pakaian, gratis
Anakku, dan kalau kamu menjumlahkan semuanya,
Akan kau dapati bahwa harga cinta ibu adalah GRATIS

Seusai membaca apa yang ditulis ibunya, sang anak pun berlinang air mata dan menatap wajah ibunya dan berkata,”Bu, aku sayang sekali sama ibu.” Kemudian mengambil pulpen dan menulis satu kata dengan huruf besar – besar “LUNAS”

Mitos untuk tidak menyembelih sapi

Kudus (ANTARA News) - Mitos (kesepahaman) masyarakat Kudus, Jawa Tengah untuk tidak menyembelih sapi mulai luntur, mengingat beberapa masjid di kota ini ada yang beralih menyembelih sapi untuk kurban pada Idul Adha 1430 Hijriyah.

Berdasarkan pantauan di beberapa masjid dan musala yang menjadi pusat penyembelihan hewan kurban, di Kudus, Jumat, sebagian besar masih menyembelih hewan kurban berupa kambing dan kerbau, sedangkan sapi jarang terlihat.

Namun, pemandangan berbeda terjadi di Masjid Al Muhajirin di Desa Gondang Manis, Kecamatan Bae, karena hewan kurbannya berupa sapi dan kambing.

"Sebelumnya, di masjid ini sering menyembelih kerbau dan kambing. Tetapi, sejak lima tahun terakhir mulai menyembelih sapi dan kerbau," kata Ketua Panitia Kurban di Masjid Huhajirin, Widodo.

Terkait dengan mitos masyarakat Kudus untuk tidak menyembelih sapi, katanya, tidak terlalu dipersoalkan, mengingat mitos tersebut muncul pada jaman Sunan Kudus. "Selain itu, umat Hindu di Kudus mungkin juga mulai berkurang dan memahami realitas sosial yang terjadi di kota ini," ujarnya.

"Pertimbangan kami menyembelih sapi, karena dagingnya cukup banyak dibandingkan dengan kerbau. Selain itu, harga sapi juga lebih murah dibandingkan dengan kerbau," ujarnya.

Hanya saja, kata dia, tukang sembelih sapi memang bukan orang Kudus asli, melainkan orang dari luar Kudus, seperti Pati dan sekitarnya. "Sebagian penyembelih sapi asli Kudus, memang masih mempercayai mitos tersebut, untuk tidak menyembelih sapi," ujarnya.

Sedangkan penyembelih hewan kurban, berupa lima ekor sapi dan 16 ekor kambing pada hari ini (27/11), katanya, berasal dari Pati. "Warga Kudus hanya mendapatkan bagian sebagai pemotong daging dan bertugas menguliti," ujarnya.

Sementara itu, salah seorang anggota panitia kurban di Masjid Al Aqsa Menara Kudus, Deni Nur Hakim mengatakan, sesuai permintaan Sunan Kudus masyarakat di kota ini memang dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban selain sapi.

"Sebelumnya, Sunan Kudus juga melakukan hal serupa untuk menghormati umat Hindu yang memiliki kepercayaan mensakralkan hewan sapi sebagai hewan yang suci," ujarnya.

Ia memperkirakan, sebagian besar masyarakat Kudus masih menghormati umat Hindu dengan tidak menyembelih sapi pada perayaan Idul Adha ini.

"Kalaupun ada masyarakat yang menyembelih sapi pada Hari Kurban, biasanya merupakan orang luar daerah yang menetap di Kudus atau kelompok masyarakat yang memang tidak lagi mempersoalkan kebiasaan tersebut," ujarnya.(*)


Sapi berharga 100 juta lebih


Suaramerdeka.com
Sapi dan orang Madura, adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Bagi kelompok etnis tersebut, sapi tak hanya dimanfaatkan untuk kepentingan kerja di sawah, tegalan, atau dipotong untuk dijual dagingnya. Binatang itu bisa pula berarti simbol harga diri, gengsi, pamor, dan citra seseorang.

Kita tahu, karapan sapi sudah dikenal di seantero jagad. Sepasang sapi diadu kecepatan larinya di lapangan terbuka dengan iringan musik saronen, instrumen khas Madura yang di antaranya terdiri atas bunyian selompret dari kayu jati. Grup musik Saronen biasanya terdiri dari tiga pemain kenong, satu pemain kendang, satu pemain gong, dua pemain terompet, dan dua pemain kecer mengiringi pasangan sapi sonok yang melenggang dengan kepala tegak bak seorang model atau sapi karapan yang sedang berlari kencang bagai sprinter.
”Warga Madura mengatakan bahwa sapi sonok itu sapi sombong. Kenapa? Karena saat sapi berjalan, wajahnya terus mendongak ke atas dan melihat lurus ke depan dengan kepercayaan tinggi,” ujar Bupati Pamekasan, KH Kholirurrahman pada suatu acara.
Sapi sonok berasal dari sapi betina. Dalam konteks ini, di kalangan warga Madura secara tak sadar berlaku emansipasi persapian. Kok bisa? Sapi jantan harga dan reputasinya menjulang tinggi jika menang lomba karapan sapi. Demikian halnya dengan sapi betina, harga, reputasi, dan namanya langsung menjulang ke langit kalau menang kontes sapi sonok. ”Sapi sonok yang seringkali menang di beberapa kontes hanya bisa mencapai Rp 100 juta lebih. Saya kemarin membeli anakan sapi sonok yang biasanya menang di banyak kontes harganya Rp 30 juta,” tambah Kholirurrahman.
Pemilik sapi sonok harus merogoh kocek cukup dalam untuk merawat dan melengkapi perhiasan yang wajib dikenakan sepasang sapi sonok ketika dilombakan. Bak mengikuti kontes ratu kecantikan, sepasang sapi sonok harus dirias, diberikan panggonong yang biasanya dicat kuning keemasan, pakaian yang bersulamkan benang emas yang berkilauan ketika ditimpa sinar matahari, beludru merah dan juga kuning, kayu ukir bentaos dari Karduluk (sentra ukiran Sumenep), dan juga tak ketinggalan kelintingan (bebunyian).
Selain itu, kulit sapi itu harus mulus, dan tak punya luka sama sekali. Kuku dan tanduk sapi harus terpelihara dengan baik. Selain rumput sebagai menu utama makan sapi, sapi sonok juga harus mendapat ramuan khusus yang terdiri dari telur ayam kampung, kunyit, gula merah, bawang, daun bawang, asam jawa, kelapa dan dicampur dengan jamu sehat dari Madura. Telur ayam kampung yang dibutuhkan per ramuan untuk satu sapi sonok sebanyak 25 butir. Mendekati satu minggu sebelum kontes sapi sonok, biasanya komposisi jamu sapi sonok ini ditingkatkan 2 kali lipat.
***
SAPI sonok juga harus rajin dimandikan di pandokan (tempat khusus untuk memandikan sapi), dengan diberi sabun pelembut bulu dan dipijat seluruh badan minimal 2 hari sekali. Sapi sonok itu harus bersih dan cantik secara fisik, seluruh bulu di badan sapi sonok juga harus dipotong pendek dan rapi.
Karena itu, pemilik sapi sonok di Madura membutuhkan satu atau dua orang perawat khusus. Sang perawat ini tahu ilmu dan berpengalaman dalam merawat sapi sonok. Sebab, beban kerja si perawat sapi tak hanya terkait menu dan pijatan khusus pada sapi, mereka juga harus melatih sapi cara berjalan, melenggok-lenggok dengan iringan musik tertentu, dan gemulai gerakan kaki sapi sonok saat berlomba. Karena itu, setiap hari sapi sonok dicancang (diikat) di sepasang kayu patok dan bagian kaki depannya ditumpangkan ke papan yang posisinya lebih tinggi dibanding kaki belakang.
Bahkan, tak jarang pemilik sapi sonok datang pada orang yang dianggap sebagai orang pintar dalam dunia mistis. Tujuannya, melancarkan jalannya permainan dan membuat sapi tunduk, pasrah, dan siap menghadapi lawan tangguh sekali pun. ”Dalam perspektif budaya, sapi sonok simbol kesopanan dalam bertingkah laku di kalangan warga Madura,” jelas Kholirurrahman.
Menurut seorang juri kontes sapi sonok, selain ketangkasan dan keanggunan sapi, postur tubuh sapi sonok juga jadi kriteria penilaian. Sapi sonok dikatakan bagus dan oke secara fisik jika memiliki punuk besar, lingkar dada lebar, bulu ekor hitam, dan badan panjang.
Apresiasi warga Madura terhadap budaya sapi sonok setara dengan karapan sapi. Di Pamekasan, misalnya, hampir tiap kecamatan di daerah itu ada warga yang memiliki sepasang atau lebih sapi sonok. Di Kecamatan Pase’an, Pamekasan tak kurang ada 47 ekor sapi sonok.
Memang, ada 4 jenis sapi yang jadi kebanggaan warga Madura. Selain sapi sonok, ada sapi karapan, sapi biasa (biasanya untuk membajak di sawah dan tegalan), dan sapi madrasin (persilangan sapi Madura dan Limousin). Harga sapi madrasin yang bagus bisa mencapai Rp 25-30 juta per ekor.
Bagaimanan aturan lomba kontes sapi sonok? Arena yang dipakai untuk kontes sapi sonok biasanya satu lokasi dengan lomba karapan sapi. Untuk kontes sapi sonok, venue harus dilengkapi dengan panggung kayu yang diberi garis lintasan dan labhang saketheng (semacam gapura) yang diberi aneka benda, seperti cermin besar, orang-orangan atau topeng, dan dipadukan dengan iringan kesenian musik saronen.
Sedang kriteria penilaian kontes sapi sonok adalah keanggunan dan kecantikan sapi, kemulusan kulit dan bulu sapi, cara berjalan sapi, keselarasan saat sapi sonok berjalan dan kesesuaian dengan irama musik pengiring. Biasanya dalam kontes sapi sonok, batasan waktu dari gerbang start sampai finish harus diselesaikan dalam waktu 2 menit. Ketidaktepatan waktu mengurangi poin sapi sonok yang mengikuti kontes. Sedang sapi yang berbalik arah dinyatakan gagal atau didiskualifikasi.
Selain itu, penilaian lain adalah pasangan sapi sonok harus naik panggung yang terbuat dari papan, dengan cara menginjakkan dua kaki depannya di atas papan. Tepat di bibir papan kayu, dua kaki depan pasangan sapi sonok harus serasi diam menunggu penilaian dewan juri.
”Sapi sonok itu kami perlakukan bak putri raja. Langkah sapi kami atur sehingga bisa berjalan serasi,” ujar Sapawi, pemilik sapi sonok di Pamekasan.
Prestasi yang diraih pasangan sapi sonok bukan hanya memberikan ke­banggaan, tapi juga mampu mengang­kat pamor sang pemilik. Karena itu, untuk kepentingan kelestarian budaya dan pengakuan pihak lain bahwa sapi sonok merupakan budaya khas Madu­ra, khususnya Kabupaten Pamekasan, maka Pemkab setempat mengajukan hak cipta sapi sonok ke pemerintah sebagai hak cipta Pamekasan.
”Rintisan sapi sonok di Pamekasan berlangsung sejak 40 tahun lalu,” jelas Kholirurrahman.

Selalu Ada Merahnya

Tak ada catatan khusus mengenai batik madura. Soraya (50), perajin batik tulis khas Madura di Pamekasan menuturkan bahwa awalnya batik Madura itu dibawa oleh pedagang-pedagang dari Yaman ke Indonesia. Dan di Indonesia, khususnya di Madura, batik hanya dikerjakan di istana para raja. Pada umumnya yang membatik adalah selir-selir raja. Para selir yang dicerai lalu membatik di desanya dan produknya dijual pada para bangsawan.”Kira-kira sejarah seperti itu,” ujar Soraya.
Dalam perkembangannya, ada ratusan bahkan ribuan motif batik madura, khususnya di Pamekasan. Tiap desa memiliki motif batik sendiri-sendiri. Beberapa contohnya motif sekar jagad, gedek, sisik, beras tumpah, akar bambu, konglengkong (tak putus-putus/terus bersambung), bedung, nyoh polek, dan banyak motif lainnya.
”Ada satu ciri khas lain yang pasti ada di batik madura adalah goresan warna merah,” kata Achmadi, perajin batik.
Kenapa? Ada beragam pandangan mengenai hal tersebut. ”Tampak­nya belum puas mem­ba­tik kalau belum menggoreskan war­na merah,” ujar Achmadi. Bupati Kholirurrah­man menjelaskan bahwa merah itu warna khas warga Ma­du­ra. ”Itu menunjukkan warna gagah berani. Kelihatannya belum puas kalau tak ada warna merahnya.”
Selain itu, ciri khas batik tulis madura adalah motifnya penuh. Maksudnya, kata Achmadi, pada bidang kain batik itu jarang dijumpai ruang kosong. Misalnya, dalam motif sekar jagad, ada gambaran sisik ikan, gedek, beras tumpah, konglengkong, dan lainnya.
Hal itu berbeda dengan batik Solo, Pekalongan, dan Yogyakarta yang motifnya biasanya terbatas dan terikat pakem tertentu. Batik tulis Madura lebih bebas dan dinamis. Hal itu tak bisa dilepaskan dari karakter warga Madura yang umumnya keras, terbuka, dan selalu bicara ada apa adanya (polos dan jujur).
Ada banyak klasifikasi harga dan kualitas batuk tulis Madura. Dari batik yang berharga Rp 50 per potong (2 meter) sampai Rp 15 juta per potong. Achmadi menuturkan di Desa Kampar, Proppo, tiap perajin batik mampu menghasilkan 5 potong kain batik tulis per hari untuk klasifikasi batik kasar yang harganya Rp 50 ribu per potong. Namun demikian, katanya, ada pula batik tulis khusus yang proses pengerjaannya harus tenang dan perajinnya tak boleh stres.
”Batik khusus Madura pewarnaannya dengan cara direndam dalam gentong selama beberapa bulan. Proses pewarnaan dan saat membatik harus tenang dan pembatiknya tak boleh stres. Ya batik seperti ini yang harganya sampai Rp 15 juta per potong,” ungkap Achmadi yang membina 350 perajin batik di Desa Kampar, Kecamatan Proppo.
Selain itu, ada juga batik untuk kalangan kelas menengah yang harganya Rp 1,5 juta sampai Rp 3 juta per potong. Batik tulis dengan kualitas menengah ini proses penggarapannya membutuhkan tempo sekitar 3 bulan.
Dunia bisnis dan seni kain batik di Madura, khususnya Pamekasan, makin bergairah setelah banyak wisatawan lokal datang ke daerah ini. Soraya menyatakan, omzet batik tulis yang dihasilkan per bulan mencapai 500 potong untuk kategori batik murah, yang harganya antara Rp 100 ribu sampai Rp 125 ribu per potong. Sedangkan untuk batik-batik yang berkelas, omzetnya bergantung atas kebutuhan pasar. (73)

(Ainur Rohim/)

Berbagai manfaat pepaya untuk kesehatan dan kecantikan

Tahukah Anda tanaman buah pepaya ternyata kaya akan manfaat? Hampir semua bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Pepaya tak hanya berkhasiat untuk kesehatan, namun juga kecantikan.

Apa sih manfaat pepaya?

Menghilangkan jerawat
Ambil 2-3 lembar daun pepaya tua, jemur sesaat, kemudian tumbuk hingga halus. Tambahkan satu setengah sendok air, oleskan pada bagian wajah yang berjerawat.

Melancarkan ASI
Gunakan 30 gram daun pepaya diremas-remas, lalu diletakan di atas api hingga daun menjadi layu. Tempelkan daun pepaya yang masih hangat di sekeliling payudara, kecuali di bagian puting.

Menyembuhkan telapak kaki pecah-pecah
Oleskan getah buah pepaya sesering mungkin pada telapak kaki yang pecah-pecah.

Menghilangkan keputihan
Ambil selembar daun pepaya, cincang halus. Tambahkan adas pulasari dan akar rumput alang-alang secukupnya. Rebus dengan satu setengah liter air hingga mendidih . Lalu saring dan minumlah sehari sekali.

Perlindungan terhadap malaria
Tumbuk halus selembar daun pepaya, satu ibu jari tempe busuk dan garam secukupnya. Peras dan saring. Minumlah air saringan itu sekali sehari selama satu minggu.

Mengatasi ubanan sebelum waktunya
Sangrai 30 gram biji pepaya yang telah matang. Lalu haluskan hingga menjadi bubuk. Tambahkan 1 sendok makan minyak kelapa, aduk rata dan oleskan pada rambut hingga merata. Biarkan 1-2 jam, kemudian bersihkan. Lakukan 1 kali seminggu.

Semoga bermanfaat, selamat mencoba!

sumber : suaramerdeka.com

Selasa, 26 Januari 2010

Tips merawat kompor gas agar tetap awet


KOMPAS.com - Kompor gas perlu dirawat dengan baik dan benar agar awet dan tidak membahayakan. Ini langkah-langkahnya:

1. Setiap habis menggunakan kompor gas, tunggu hingga agak dingin, lalu bersihkan lubang kompor tempat keluarnya api dengan sikat gigi bekas yang masih bersih, secara perlahan-lahan. Lubang yang kotor bisa mengakibatkan api biru berubah menjadi merah.

2. Perhatikan letak selang gas menuju kompor, jangan sampai berada dekat keluarnya api. Kalau dekat api, selang akan cepat panas dan mengakibatkan kebocoran gas.

3. Bersihkan bagian-bagian kompor dengan lap halus yang sudah dibasahi air sabun hangat. Usap perlahan-lahan terutama di bagian sisa-sisa minyak goreng. Jika dibiarkan dan tidak dibersihkan, kompor akan berkarat.

4. Jangan menyalakan api tanpa ada alat masak di atasnya, walaupun hanya sebentar. Bau gas yang ditimbulkan bisa sangat menyengat.

5. Alasi kompor dengan kertas koran. Gantilah kertas koran itu setiap dua minggu sekali agar tetap bersih.